Belajar dari Nenek Pemungut Daun
Kisah ini membuat bulu
kuduk saya merinding. Perempuan tua dari kampung itu
bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga
menunjukkan kerendahan hati, kehinaan
diri, dan keterbatasan amal dihadapan Allah swt. Lebih dari itu, ia juga
memiliki kesadaran spiritual yang luhur: Ia tidak dapat mengandalkan amalnya.
Ia sangat bergantung pada rahmat Allah. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat
semua alam selain Rasulullah saw?
Insya Allah, Bermanfaat
dan dapat dipetik Hikmahnya.
"Nenek
Pemungut Daun"
Dahulu di sebuah kota
di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di
pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung
di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca
wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia
mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar
dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan.
Tentu saja agak lama ia
membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang
hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.
Banyak pengunjung
masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk
membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang.
Pada hari itu, ia
datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan
pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia
kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa
daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan
bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata
nenek itu, "Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya."
Singkat cerita, nenek
itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa.
Seorang kiai terhormat
diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan
itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama,
hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh
disebarkan ketika ia masih hidup.
Sekarang ia sudah
meninggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu.
"Saya ini
perempuan bodoh, pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang
kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat
pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya
mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak
jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu
bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya."
Wassalam,
http://hikmahislam.blogsome.com/